Sanadz Adalah Mata Rantai Bagian 2 (Dua)

Cukup bagi kita untuk meyakini ketatapan adanya pertemuan antara Imam al-Hasan al-Bashri dengan Imam ‘Ali ibn Abi Thalib adalah penjelasanal-Hâfizh Jalaluddinas-Suyuthiyang beliau tuliskan dalam risalah berjudul Ithâf al-Firqah Bi Rafw al-Khirqah. Karena kebenaran suatu riwayat apa bila sudah ditetapkan oleh seorang yang memiliki kapasitas keilmuan hingga memiliki gelar “al-Hâfizh”, seperti al-Hâfizh as-Suyuthi, maka tidak ada alasan untuk mengingkari atau menolaknya.

Dalam risalah tersebut Imam as-Suyuthi memberikan penjelasan yang sangat kuat, dengan melihat setidaknya kepada tiga perkara, sebagai berikut:

Pertama; Kaedah yang telah disepakati di kalangan ulama dalam melakukan tarjîh adalah bahwa pendapat yang menetapkanadanya suatu peristiwa harus di dahulukan di atas pendapat yang menafikannya (al-Mutsbit Muqaddam ‘Ala an-Nafî). Ini karena seorang al-Mutsbitmemiliki keunggulan pengetahuan (Ziyâdah ‘Ilm) di banding seorang an-Nafî.

Kedua; Para ulama sepakat bahwa Imam al-Hasan al-Bashri lahir di sekitar dua tahun dari masa khilafah ‘Umar ibn al-Khaththab. Ibunya, bernama Khiyarah adalah seorang yang dimerdekakan oleh Ummu Salamah. Ummu salamah inilah yang sering kali membawa al-Hasan al-Bashri ke hadapan para sahabat terkemuka untuk memintakandoa keberkahanbaginya. Termasuk salah satunya kepada Amîr al-Mu’minîn ‘Umar ibn al-Khaththab sendiri yang saat mendoakannya berkata: “Ya Allah berilah ia pemahaman tentang agama dan jadikanlah ia seorang yang dicintai manusia”. Sebagaimana hal ini diriwayatkan oleh al-Hâfizh al-Mizzi dan kitabnya Tahdzîb al-Kamâl.

Kemudian al-‘Askaridalam kitab al-Mawâ’izh, juga al-Hâfizh al-Mizzi dalam kitabnya di atas menyebutkan bahwa saat terbunuhnya Khalifah ‘Utsman ibn ‘Affan, al-Hasan al-Bashri sudah berumur empat belas tahun dan menyaksikan peristiwa terbunuhnya Khalifah ‘Utsman tersebut. Dan sudah pasti, dari semenjak umur tujuh tahun saat mulai diperintahmengerjakan shalat hingga umur empat belas tahun, al-Hasan al-Bashri selalu berkempul dan bertemu dengan para sahabat senior, paling tidak ketika dalam mengerjakan shalat lima waktu berjama’ah. Dan saat itu sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib masih berada di Madinah bersama beberapa sahabat senior lainnya. Dan beliau baru berhijrah ke Kufah setelah terbunuhnya khalifah ‘Utsman. Ini artinya kemungkinan adanya pertemuan antara al-Hasan al-Bashri dengan ‘Ali ibn Abi Thalib sudah merupakan kepastian.Ditambah lagi bahwa sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib seringkaliberziarah kepada istri-istri Rasulullah, termasuk salah satunya kepada Ummu Salamah. Di rumah Ummu Salamah tinggal Khiyarah; ibunda al-Hasan al-Bashri,dan -tentunya-al-Hasan al-Bashri sendiri. Maka kemungkinan adanya pertemuan antara al-Hasan dengan ‘Ali ibn Abi Thalib tidak dapat lagi diragukan.

Ketiga; Terdapat pengakuan dari al-Hasan al-Bashri sendiri bahwa ia mengambil riwayat dari sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib. Dalam kitab Tahdzîb al-Kamâl, Imam al-Mizzi meriwayatkan dengan sanadnya yang bersambungkepada Yûnus ibn ‘Ubaid, bahwa ia (Yûnus ibn ‘Ubaid) berkata kepada al-Hasan al-Bashri:“Wahai Abu Sa’id, seringkaliengkau berkata “Rasulullah bersabda…”, padahal engkau tidak pernah bertemu dengannya”. Al-Hasan al-Bashri menjawab: “Wahai putra saudaraku,engkau telah bertanya kepadaku suatu pertanyaanyang tidak pernah ditanyakanorang-orang sebelummu.Kalau bukan karena kedudukanmu bagiku aku tidak akan memberitahukan jawabannyakepadamu. Sesungguhnya saya hidup di masa seperti yang engkau lihat sendiri, (masa penguasa al-Hajjaj ibn Yusuf al-Tsaqafi, seorang pemimpin zhalim dari kalangan Bani Umayah yang banyak membunuh para ulama). Maka seluruh yang engkau dengar dariku “Rasulullah bersabda…”maka itu semua berasal dari jalur ‘Ali ibn Abi Thalib”[3].

Al-Hafizh as-Suyuthidalam risalahnyadi atas menyebutkan tidak kurang dari sepuluh riwayat hadits yang diriwayatkan oleh para huffâzh dan para ahli hadits dalam karya-karya mereka dengan sanad al-Hasan al-Bashri dari sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib. Di antaranya riwayat yang ditulis Imam Ahmad ibn Hanbal dalam Musnad-nya, berkata: “Menghkabarkan kepada kami Hasyim, dari Yunus ibn ‘Ubaid, dari al-Hasan al-Bashri,dari ‘Ali ibn Abi Thalib, bahwa Rasulullahbersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ الصّغِيْرِحَتَّى يَبْلُغَ وَعَنِ النّائِمِ حَتّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الْمُصَابِحَتّى يُكْشَفَ عَنْهُ

Beban syari’at diangkat dari tiga orang; dari seorang anak kecil hingga ia baligh, dari seorang yang tidur hingga ia bangun dan dari seorang yang terkena mushibah hingga dibukakan dari musibahnyatersebut.

Hadits ini diriwayatkan pula dengan jalur yang sama oleh Imam at-Tirmidzi yang telah menilainyaberkualitas hasan. Juga diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i,oleh Imam al-Hakim yang menilainyashahih, dan oleh al-Hâfizh al-Dliya’ al-Maqdisidalam kitab al-Mukhtârah. Kemudian dari pada itu, al-Hâfizh Zainuddin al-‘Iraqi dalam kitab Syarh at-Tirmidzi dalam menjelaskan hadits di atas berkata mengutip pernyataanImam ‘Ali al-Madini bahwa al-Hasan al-Bashri bertemu dengan ‘Ali ibn Abi Thalib saat keduanya masih berada di Madinah. Sementara Abu Zur’ah al-‘Iraqi berkata bahwa ketika ‘Ali ibn Abi Thalib dibai’at sebagai khalifah, al-Hasan al-Bashri saat itu sudah berumur empat berlas tahun. Selain itu semua, al-Hasan al-Bashri sendiri berkata: “Saya melihat al-Zubair membai’at ‘Ali”[4].

Di antara hadits lainnya yang dikutip oleh al-Hâfizh as-Suyuthidalam Ithâf al-Firqah Bi Rafw al-Khirqahdengan jalur al-Hasan al-Bashri dari sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib adalah sebagai berikut:

1. Hadits riwayat Imam an-Nasa’i dalam kitab Sunan-nya dengan sanad berikut; Mengkhabarkan kepada kami Hasan ibn Ahmad ibn Habib berkata; Mengkhabarkan kepada kami Syadz ibn Fayyadl, dari ‘Umar ibn Ibrahim, dari Qatadah, dari al-Hasan al-Bashri dari ‘Ali ibn Abi Thalib, bahwa Rasulullahbersabda:

أفْطَرَ الْحَاجِمُوَالْمَحْجُوْمُ
(روَاهُ النّسَائيّ)

Telah batal puasa orang yang berbekam dan yang dibekam.
(HR. an-Nasa’i).

2. Riwayat Imam ad-Daraquthni dalam kitab Sunan-nya tentang zakat fitrah dengan sanad berikut: Mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah ibn Mubasy-syar berkata; Mengkhabarkan kepada kami Ahmad ibn Sinan berkata; Mengkhabarkan kepada kami Yazid ibn Harun berkata; Mengkhabarkan kepada kami Humaid ath-Thawildari al-Hasan al-Bashri berkata; Berkata ‘Ali ibn ‘Abi Thalib:

إنْ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْكُمْفَاجْعَلُوْهُ صَاعًا مِنْ بُرٍّ وَغَيْرِهِ(رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ)

Jika Allah meluaskan rizki kalian maka jadikanlahzakat fitrah itu satu sha’ dari gandum dan lainnya.
(HR. ad-Daraquthni).

3. Riwayat al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab Târîkh Baghdâd berkata; Mengkhabarkan kepada kami al-Hasan ibn Abi Bakr berkata; Mengkhabarkan kepada kami Abu Sahl Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Ziyad al-Qaththan berkata; Mengkhabarkan kepada kami Muhammad ibn Ghalib berkata; Mengkhabarkan kepada kami Yahya ibn ‘Imran berkata; Mengkhabarkan kepada kami Sulaiman ibn Arqam dari al-Hasan al-Bashri dari ‘Ali ibn Abi Thalib bahwa ia berkata:

كَفَّنْتُ النَّبِيَّفِي قَمِيْصٍ أبْيَض وَثَوْبَي حَبْرَة
(رَواهُ الْخَطيْبُالْبَغْدَادِيّ)

Aku telah menkafani Rasulullahdengan gamis putih dan dengan dua pakaian lebar.
(HR. al-Khatib al-Baghdadi).

4. Abu Ya’la dalam Musnad-nyaberkata; Mengkhabarkan kepada kami Juwairiyahibn Asyras berkata; Mengkhabarkan kepada kami ‘Uqbah ibn Abi ash-Shahba’ al-Bahili berkata; Aku mendengan al-Hasan al-Bashri berkata; Aku mendengar Rasulullahbersabda:

مَثَلُ أُمّتِيْ مَثَلُ الْمَطَر
(رَوَاهُ أبُو يَعْلَى)

Perumpamaan umatku seperti hujan.
(HR. Abu Ya’la).

As-Sayyid As’ad (w 1016 H), seorang mufti di Madinah, membuat risalah pendek tantang sanad ajaran kaum sufi dan sanad khirqah mereka. Kesimpulan tulisan beliau adalah bahwa sekalipun ada beberapa huffâzh al-hadîts mengingkari pertemuan antara al-Hasan al-Bashri dengan ‘Ali ibn Abi Thalib, namun pendapat yang kuat menetapkan bahwa telah terjadi pertemuan kedua orang tersebut. Pendapat ini didasarkan kepada pernyataan huffâzh al-hadîts lainnya yang telah menetapkan keberadaan pertemuan tersebut. Dan pendapat huffâzh al-hadîts yang menetapkan keberadaannya didahulukan atas pendapat yang menafikannya (al-Mutsbit Muqaddam ‘Alâ an-Nâfî), sebagaimana hal ini telah diketahui dalam kaedah-kaedah ilmu hadits[5].

Masih menurut as-Sayyid As’ad, bahwa nasab al-khirqahmemiliki dasar yang berasal dari Rasulullahsendiri. Dalam menetapkan pendapat ini sebagian ulama mengambil pendekatan dengan hadits Ummu Khalid. Diriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah membawa sebuah baju hitam dengan pernik-pernik berwarna kuning dan merah ke hadapan para sahabatnya, lalu Rasulullah berkata: “Siapakah menurut kalian orang yang hendak aku pakaikan baju ini padanya?”.Semua sahabat terdiam sambil berharap untuk mendapatkan baju tersebut. Kemudian Rasulullahberkata: “Panggilah Ummu Khalid...!”. Setelah Ummu Khalid datang Rasulullah lalu memakaikanbaju tersebut kepadanya seraya berkata: “Pakailah,semoga banyak memberikan manfa’at bagimu”. Setelah Rasulullah memakaikan baju tersebut kepada Ummu Khalid lalu melihat kepada pernik-pernik warna kuning dan warna merah dari baju sersebut, seraya berkata: “Wahai Ummu Khalid ini adalah pakaian yang indah”[6].

Termasuk yang dapat dijadikan pendekatan tentang keberadaan nasab al-khirqahini adalah riwayat yang telah disebutkan oleh banyak ulama bahwa sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib dan sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab memakaikanal-Khirqahkepada Uwais al-Qarani.Simak perkataan Imam asy-Sya’rani berikut ini:

Uwais al-Qarani telah memakai pakaian (ats-tsaub) dari sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab dan memakai selendang (ar-ridâ’)dari sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib. Kesimpulan dari pada ini semua bahwa khirqah kaum sufi memiliki dasar yang tsabit dalam hadits. Para pengemban riwayat sanad al-khirqahini adalah para Imam yang agung dari umat ini. Adapun beberapa huffâzh al-hadîts yang mengingkari nasab al-khirqah maka yang dimaksud adalah hanya terbatas kepada jubah (al-jubbah) dan peci (ath-thâqiyah) saja. Benar, dua benda ini sangat erat kaitannya dengan kaum sufi, namun makna al-khirqah secara luas tidak terbatas kepada dua benda tersebut saja. Seperti khirqah kaum tarekat ar-Rifa’iyyah yang hal tersebut tidak dapat diingkari kebenaran sanadnya. Khirqah kaum ar-Rifa’iyyah itu adalah ’Imâmah --kain atau surban dililitkan pada kepala- yang berwarna hitam (al-’Imâmah al-Sauda’), bahwa Sanad al-’Imâmahas-sauda’ ini telah bersambung hingga Rasulullah. Suatu ketika Rasulullah memakai kanal-’Imâmahas-sauda’ ini kepada Imam ‘Ali ibn Abi Thalib, sebagaimana hal ini telah tsabit dalam kitab-kitab sahih, lalu Rasulullahberkata di hadapan para sahabatnya: “Pakailah oleh kalian ’Imâmah seperti ini”. Kemudian tidak ada perselisihan di antara kaum sufi bahwa sanad tasawuf adalah lewat jalur al-Junaid dari al-Sirrî dari al-Karkhi dan seterusnya-hingga ‘Ali ibn Abi Thalib-. Di samping itu jalur sanad tasawuf ini memiliki dua jalan --sebagimana telah disebutkan--”[7].

Adapaun dasar khirqah kaum tarekat ar-Rifa’iyyah yang berupa al-’Imâmahas-saudâ’ secara jelas disebutkan dalam banyak hadits Rasulullah, seperti dalam riwayat Imam Muslim, Imam ath-Thabarani dan lainnya. Di antaranya sebuah hadits dari sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib bahwa beliau berkata: “Pada hari Ghadir Khum Rasulullah memakaikan‘Imâmah hitam kepadaku dengan mengulurkannya sedikit ke bagian belakangku, seraya bersabda:

إنّ اللهَ عَزّ وَجَلّ أمَدَّنِيْيَوْمَ بَدْرٍ وَحُنَيْنِبِمَلاَئِكَةٍ يَعْتَمُّوْنَ هذِهِ العِمَامَةَ، وَقَالَ: إنّ العِمَامَةَ حَاجِزٌ بَيْنَ الْكُفْرِ وَالإيْمَانِ (رَوَاهُ الحَافِظُ أبُو مُوْسَى الْمَدَنِيّ فِي كِتَابِ السّنَّة فِي سَدْلِ العِمَامَةِ وَغَيْرُهُ)

“Sesungguhnya Allah memberiku pertolongan di hari perang Badar dan perang Hunain dengan serombongan malaikat yang mereka semua mengenakan‘Imâmah semacam ini”. (Kemudian juga Rasulullahbersabda):“Sesungguhnya ‘Imâmah adalah pembatas antara kekufuran dan keimanan”.(HR. Abu Musa al-Madani dalam kitab as-Sunnah Fi Sadl al-’Imâmahdan oleh lainnya).


والله أعلم بالصواب
Wa Shollallohu ‘Alaa Sayyidina Muhammad Wa 'Alaihi Wa Alihi shohbihi Sallam.

DAFTAR PUSTAKA
Ashbahâni,al, Abu Nu’aim Ahmad Ibn ‘Abdullah (w 430 H), Hilyah al-Auliyâ Wa Thabaqât al-Ashfiyâ’, Dâr al-Fikr, Bairut

Asqalâni, al, Ahmad Ibn Ibn ‘Ali Ibn Hajar, Lisân al-Mizân, Bairut, Mu’assasahal-‘Alami Li al-Mathbu’at, 1986 M.

Bakri, al, As-Sayyid Abu Bakr ibn as-Sayyid Ibn Syathâ al-Dimyathi, Hâsyiyah I’ânah al-Thâlibin ‘Alâ Hall Alfâzh Fath al-Mu’in Li Syarh Qurrah al-‘Ain Li Muhimmah al-Dîn, cet. 1, 1418, 1997, Dâr al-Fikr, Bairut.

Haitami, al, Ahmad Ibn Hajar al-Makki, Syihabuddin, al-Fatâwâ al-Haditsiyyah, t. th. Dâr al-Fikr

Habasyi, al, ‘Abdullah ibn Muhammad ibn Yusuf, Abu ‘Abd ar-Rahman,al-Maqâlâtal-Sunniyah Fi Kasy Dlalâlât Ahmad Ibn Taimiyah, Bairut: Dâr al-Masyârî’, cet. IV, 1419 H-1998 M.

Ibn Arabi, Muhyiddin Muhammad ibn ‘Ali al-Hâtimi al-Thâ’i, al-Futûhâtal-Makkiyyah, ta’lîq Mahmûd Mathraji, Isyrâf Maktabah al-Buhûts Wa al-Dirâsât, Dâr al-Fikr, Bairut

Nasab al-Khirqah, ta’lîq ‘Abd ar-Rahman Hasan Mahmûd, cet. ‘Âlam al-Fikr, Cairo Mesir

Ibn al-‘Imâd, Abu al-Falâh ibn ‘Abd al-Hayy al-Hanbali, Syadzarât al-Dzahab Fî Akhbâr Man Dzahab, tahqîq Lajnah Ihyâ al-Turâts al-‘Arabi,Bairut, Dâr al-Âfâq al-Jadidah, t. th.

Jailâni-al, ‘Abd al-Qâdir ibn Musa ibn Abdullâh, Abu Shâlih al-Jailâni, al-Gunyah,Dâr al-Fikr, Bairut

Kalâbâdzi-al, Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qûb al-Bukhari, Abu Bakr (w 380 H), al-Ta’arruf Li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, tahqîq Mahmûd Amin al-Nawawi,cet. 1, 1388-1969,Maktabah al-Kuliyyât al-Azhariyyah Husain Muhammad Anbâbi al-Musâwi,Cairo

Khalîfah, Hâjî, Musthafâ ‘Abdullah al-Qasthanthini al-Rumi al-Hanafi al-Mulla, Kasyf al-Zhunûn ‘An Asâmî al-Kutub Wa al-Funûn, Dâr al-Fikr, Bairut.

Nabhâni, al, Yusuf Isma’îl, Jâmi’ Karâmât al-Auliyâ’, Dâr al-Fikr, Bairut

Qusyairi, al, Abu al-Qasim ‘Abd al-Karim ibn Hawazân al-Naisâburi, al-Risâlahal-Qusyairiyyah, tahqîq Ma’ruf Zuraiq dan ‘Ali ‘Abd al-Hâmid Balthahji,Dâr al-Khair.

Rifâ’i, al, Abu al-‘Abbâs Ahmad ar-Rifa’i al-Kabir ibn al-Sulthân‘Ali, Maqâlât Min al-Burhân al-Mu’ayyad, cet. 1, 1425-2004,Dâr al-Masyârî’, Bairut.

Sarrâj, al, Abu Nashr, Al-Luma’, tahqîq ‘Abd al-Halim Mahmud dan Thâhâ ‘Abd al-Bâqi Surur, Maktabah al-Tsaqâfah al-Dîniyyah, Cairo Mesir

Sya’râni, al, ‘Abd al-Wahhâb,al-Thabaqât al-Qubrâ, Maktabah al-Taufiqiyyah, Amâm Bâb al-Ahdlar,Cairo Mesir.

Al-YawâqîtWa al-JawâhirFi Bayân ‘Aqâ’id al-Akâbir,t. th, Mathba’ah al-Haramain.

Al-Kibrît al-Ahmar Fi Bayân ‘Ulûm al-Syaikh al-Akbar, t. th, Mathba’ah al-Haramain.

Al-Anwar al-Qudsiyyah al-Muntaqât Min al-Futûhûtal-Makkiyyah, Bairut, Dar al-Fikr, t. th.

Lathâ’if al-Minan Wa al-Akhlâq,‘Alam al-Fikr, Cairo

Suhrâwardi, al, Awârif al-Ma’ârif, Dar al-Fikr, Bairut

Sulami, al, Abu ‘Abd ar-Rahman Muhammad Ibn al-Husain (w 412 H), Thabaqat al-Shûfiyyah, tahqîq Musthafâ ‘Abd al-Qâdir ‘Athâ, Mansyurat ‘Ali Baidlûn, cet. 2, 1424-2003,Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Bairut.

Suyuthi, al, Jalâl al-Dîn ‘Abd ar-Rahman ibn Abî Bakr, al-Hâwî Li al-Fatâwî,cet. 1, 1412-1992,Dâr al-Jail, Bairut.

Tim PengkajianKeislaman Pada Jam’iyyah al-Masyarial-Khairiyyah al-Islamiyyah, al-Jauhar al-Tsamîn Fî Ba’dl Man Isytahara Dzikruhu Bain al-Muslimîn, Bairut, Dâr al-Masyârî’, 1423 H, 2002 M.

Al-Tasyarruf Bi Dzikr Ahl al-Tashawwuf, Bairut, Dâr al-Masyari, cet. I, 1423 H-2002 M


Oleh: Thoriqoh Syadziliyah
Powered by Blogger.